Simalungun, metrorayanews.com.
Masyarakat Kabupaten Simalungun dikejutkan dengan kemunculan sejumlah nama Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diduga kuat tidak melalui proses seleksi resmi dan terbuka. Fenomena ini memicu kemarahan publik dan melahirkan gelombang desakan agar Bupati Anton Saragih segera mengevaluasi, bahkan mencopot Jonni Saragih dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Perpustakaan.
Jonni Saragih sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Simalungun, instansi yang selama ini berperan dalam proses rekrutmen tenaga kerja pemerintah daerah. Banyak pihak menilai, munculnya nama-nama PPPK misterius tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab moral dan administratif dirinya.
“Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengkhianatan terhadap keadilan dan hak masyarakat untuk bersaing secara sehat. Nama-nama muncul tanpa proses terbuka, tiba-tiba menerima SK. Ini akal-akalan!” kecam Juni Pardomuan Saragih, SE, Ketua Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) Simalungun, Kamis, 3/7/2025.
Kritik serupa disampaikan sejumlah tokoh masyarakat. Mereka mempertanyakan transparansi dalam seleksi PPPK yang dinilai janggal. Bahkan, istilah “PPPK siluman” kini ramai digunakan untuk menyebut mereka yang diduga masuk melalui jalur belakang, memanfaatkan celah kekuasaan.
“Warga tahu siapa saja yang selama ini mengabdi sebagai honorer. Tapi tiba-tiba muncul orang-orang tak dikenal yang langsung menerima SK. Ini penghinaan terhadap tenaga honorer yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan penuh harapan,” ujar seorang warga.
Praktik semacam ini, jika benar terjadi, bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang di tubuh pemerintahan daerah. Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan dan kepolisian, segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam proses rekrutmen ini.
Desakan kini bukan lagi sekadar evaluasi, tetapi sudah mengarah pada tuntutan pencopotan pejabat yang diduga terlibat. “Kalau Bupati masih diam, maka ia akan dianggap turut membiarkan penyimpangan. Ini ujian komitmen terhadap pemerintahan yang bersih dan jujur,” pungkas Juni Pardomuan.
Kemarahan publik semakin meluas, menjadikan isu ini simbol perlawanan terhadap praktik birokrasi yang kotor dan merugikan rakyat kecil. Transparansi bukan lagi harapan, tapi tuntutan mutlak. Jon Erwin saragih